Rabu, 10 Juni 2015

Konsep Mudharabah : Uang Bukanlah Alat Sewa


Lebih kurang lima tahun saya tetap setia menjadi nasabah salah satu bank berbasis syariah yang ada di Indonesia, BRI Syariah. Saat itu saya masih duduk di kelas 2 SMA. Saya adalah tipe orang yang tidak terlalu suka membelanjakan uang saku dan lebih memilih untuk menyimpannya di celengan selagi keinginan berbelanja dapat ditahan dan ada alternatif lain selain harus berbelanja. Maka tidak heran terkadang ibu saya terkejut bagaimana bisa saya mempunyai simpanan uang yang cukup banyak untuk ukuran siswa dalam keluarga sederhana seperti saya. Memang keinginan saya untuk mencoba merasakan menabung di bank timbul ketika pada saat itu saya sering diminta orang tua saya untuk melakukan berbagai transaksi perbankan seperti melakukan setoran, pembayaran kartu kredit, maupun pengambilan uang di ATM. Terlebih lagi dalam hal aspek keamanan.


Singkat cerita Ibu saya pun berinisiatif mendaftarkan saya untuk menjadi nasabah bank agar saya lebih bersemangat untuk menabung. Usia pada saat itu sebenarnya memang belum diperkenankan untuk membuat rekening baru, alhasil pihak bank pun mengizinkan dengan ketentuan nomor identitas rekening menggunakan nomor KTP ibu saya namun rekening tetap atas nama saya. Pilihan bank untuk menabung memang beragam, ibu saya sendiri menggunakan jasa perbankan konvensional dengan alasan untuk kemudahanBISNIS  yang sedang beliau jalankan. Akan tetapi, ibu saya merekomendasikan perbankan syariah kepada saya setelah mendapatkan sedikit penjelasan oleh temannya yang kebetulan posisinya saat itu adalah Staff Marketting BRI Syariah. Pilihan pun jatuh pada BRI Syariah karena konsep "titipan" yang ditawarkan perbankan syariah-lah yang menjadi faktor utamanya. Setidaknya tiga alasan sederhana kenapa pada saat itu mengapa pilihan jatuh pada BRI Syariah disamping pengetahuan kami yang minim terkait perbankan syariah.

       1. Setoran awal hanya Rp 50.000,- dan selanjutnya minimal Rp 10.000,- ;
    2. Gratis transaksi apapun di ATM bank apapun di seluruh indonesia seperti tarik tunai dan       transfer antar rekening bank manapun ;
       3. Tidak adanya biaya administrasi bulanan.
     Note : Ketentuan dan syarat berlaku sangat mungkin mengalami perubahan 

Ketiga alasan itu tentu sangatlah menguntungkan apalagi untuk nasabah pemula seperti saya yang hanya mengandalkan uang saku untuk ditabung. Karena keuntungan itulah saya bahkan tidak malu pergi ke bank menulis form setoran dan berbekal hanya puluhan ribu untuk ditabung. Sangat tidak menyenangkan memang untuk ukuran seorang pelajar, uang yang tidak seberapa harus dipotong pula untuk biaya administrasi bulanan atau tarik tunai dan transfer antar rekening dimana hal ini pasti akan dijumpai jika menabung di bank konvensional apapun. Sangat terlihat pemilihan bank syariah bukan karena motif keagamaan namun karena keuntungan semata, but it's ok untuk nasabah pemula seperti saya. Saya sangat bersemangat pada saat itu, mulai dari pengisian formulir pembukaan rekening baru, penandatanganan buku rekening, hingga momen yang saya tunggu yaitu akhirnya saya mempunyai sebuah Kartu ATM. Berbekal setoran awal sebesar Rp 100.000,- namun perasaan saya saat itu, Kartu ATM itu menjadikan gengsi tersendiri karena fantasi saldo di dalam ATM itu sebesar Rp 100.000.000,-
Hari kedua sejak dibukanya rekening tabungan pertama saya, saya pun membobol tabungan yang ada di celengan, kemudian mengambil semua isinya dan pergi ke bank untuk menyetorkan semuanya ke dalam rekening. Bahkan uang jajan saya di dompet pun ikut saya setorkan hingga tak bersisa. Kebetulan cabang Bank BRI Syariah tidaklah jauh dari kediaman saya sehingga sangat mudah dijangkau. Hal yang pertama yang paling mencolok ketika memasuki bank adalah semua karyawan frontliner menggunakan hijab dan tentunya dengan pakaian tertutup yang sopan, namun tetap cantik. Selain itu mereka juga menyapa ,”Assalamualaikum adik, selamat pagi, ada yang bisa kami bantu? ”. Sungguh seusana islami memang sangat terasa dan memang tidak banyak saya jumpai ketika berada di bank konvensional. Setelah mengisi form penyetoran, akhirnya saya menuliskan sejumlah nominal dimana saya menyetorkan semua uang simpanan sebelumnya hingga tak bersisa, saya pun langsung menuju mesin ATM terdekat yang bersebelahan dengan bank. Satu hal yang saya lupa yaitu pesan Customer Service ketika pembukaan buku rekening yaitu segera mengubah password kartu ATM. Setelah mengubah password ATM, saya segera mengutak atik mesin ATM dan melakukan percobaan untuk penarikan tunai. Percobaan pertama saya melakukan penarikan sebesar Rp 50.000,- mengingat saya tidak mempunyai simpanan sedikit pun didalam dompet, apalagi saat itu bensin motor sudah menunjukkan batas garis merah, Sungguh pengalaman konyol, dapat dimaklumi perasaan gembira berlebihan dan norak yang saya alami saat itu karena tidak banyak teman – teman sekolah saya yang mempunyai rekening tabungan sendiri di bank. Tiga tahun berlalu, dan umur sudah mencukupi untuk memiliki sebuah KTP, saya segera pergi ke bank awal dimana saya membuka rekening baru untuk mengubah sebagian data termasuk nomor identitas.     


Disamping kepraktisan dan kemudahan yang ditawarkan, alhamdulillah ternyata menabung di bank memang akan jauh lebih aman dibandingkan jika hanya disimpan di lemari, dompet, bahkan celengan sekalipun. Konsep menabung di celengan sudah saya terapkan bahkan sejak TK. Menabung di celengan memang cukup ampuh untuk menumbuhkan minat menabung pada anak - anak. Akan tetapi hingga SMA pun saya masih menabung menggunakan celengan. Memang cukup membantu, namun coba bayangkan bila jumlah uang didalam celengan sudah melebihi kapasitas celengan itu sendiri ? Tentu kita akan mencari celengan lagi dengan volume yang jauh lebih besar kan. Belum lagi aspek keamanan yang sangat tidak dapat dijamin. Beberapa bulan yang lalu saya mengalami kejadian yang kurang menyenangkan, karena sebuah kecerobohan, saya lupa menarik kembali kartu ATM dari mesin ATM setelah melakukan tarik tunai. Padahal sebelumnya saya juga kehilangan buku tabungan. Lantas saya pun segera mengurus surat kehilangan ke kantor polisi kemudian pergi ke kantor cabang awal dengan membawa surat kehilangan dimana saya membuka rekening. Cukup murah, dengan Rp 10.000,- buku tabungan dan kartu ATM saya pundibuat kembali. Saya tidak dapat membayangkan bila uang yang sudah saya tabung dengan susah payah hilang begitu saja bila saya tidak menyimpannya di bank

Ketika duduk dibangku perkuliahan semester lalu mata kuliah Sistem Informasi Perbankan, sedikit banyak kami mempelajari mengenai perbankan syariah dalam hal mekanisme sistem pelayanan, penerimaan uang dan teknologi informasi yang digunakan. Berbicara mengenai perbedaan Produk Perbankan Konvensional dan Produk Keuangan Syariah memanglah tidak jauh berbeda hal ini dikarenakan baik perbankan konvensional maupun syariah harus mematuhi aturan teknis perbankan secara umum. Selain itu, pada dasarnya tujuan terciptanya bank adalah untuk mengumpulkan atau menghimpun dana dari berbagai sumber yang kemudian disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk produk - produk perbankan lainnya dengan tujuan meningkatnya taraf hidup masyarakat. Tentunya secara tidak langsung perbankan juga berperan dalam mengendalikan stabilitas moneter yang di lakukan oleh Bank Indonesia dengan pengontrolan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Lalu apa yang membedakan mekanisme perbankan konvensional dan syariah ? Konsep perbankan syariah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah agama islam sesuai dengan ketentuan Undang - Undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Adapun syariah merupakan komponen ajaran dalam agama islam yang mengatur segala aspek kehidupan manusia baik dalam hal ibadah maupun muamalah yang merupakan aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinan. Muamalah sendiri mengatur segala aspek kehidupan termasuk dalam hal ekonomi yang menyangkut perniagaan dan harta yang disebut muamalah maliyah.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (Qs. Ali Imron [3]: 130)

Islam sangat melarang praktik riba dalam sebuah transaksi jual-beli atau pinjam-meminjam. Apa itu riba ? Pada dasarnya riba akan memberlakukan sistem bunga atau jumlah pinjaman yang berlebih yang harus dikembalikan berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok. Oleh karena konsepnya yang memberikan unsur tidak menyenangkan oleh salah satu pihak, maka dalam konteks syariah hal itu tidak diperbolehkan. Dapat kita simpulkan beberapa perbedaan mendasar antar perbankan konvensional dan perbankan diantaranya berdasarkan akad, jenis imbalan, dan jenis usaha.




Perbedaan pertama antara perbankan syariah dan konvensional adalah terletak pada akad atau perjanjian awal. Pada perbankan konvensional misalnya dalam pembukaan rekening baru, giro ataupun deposito sama sekali tidak mengikuti kaidah akad muamalah syariah dimana nasabah secara “terpaksa” membayar sejumlah imbalan dalam jangka waktu tertentu. Sebagai contohnya salah satu produk mendasar perbankan syariah adalah wadiah dimana nasabah menitipkan sejumlah uangnya di bank untuk disimpan dan diambil kembali dalam jangka waktu tertentu. Sebagai contoh misalnya produk wadiah dalam bentuk giro, tabungan atau deposito, bank akan memberikan imbalan tetap kepada nasabah terhadap banyaknya uang yang disetor atau yang disimpan oleh nasabah. Padahal secara praktik hal ini sudah termasuk dalam riba, mengapa ? Karena keuntungan hanya didapat oleh satu pihak yaitu nasabah, karena bank akan tetap memberi sejumlah imbalan (bunga) kepada nasabah walaupun kondisi keuangan bank tersebut dalam keadaan pailit sekalipun, contohnya saja deposito.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٢٧٨)
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ (٢٧٩)

278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa bank konvensional sangat mengandalkan suku bunga dalam mencapai keuntungan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya. Bank akan menjanjikan kompensasi berupa bunga kepada nasabah kemudian bank akan menawarkan produk – produk perbankannya kepada masyarakat dengan bunga yang lebih tinggi. Berbagai istilah bunga yang umum digunakan dalam dunia perbankan berikut contoh kasus sederhananya diantaranya :

1.    Bunga Flat : Biasanya bunga jenis ini paling banyak ditemukan karena digunakan untuk peminjaman maupun pengajuan kredit dengan jangka pendek, misalnya saja seperti pengajuan kredit kendaraan. Hal ini dikarenakan bunga yang ditetapkan berdasarkan jumlah pokok peminjamannya akan sama besar tiap bulannya.

Contoh kasus :
Untuk pengajuan kredit motor seharga Rp 24.000.000,- selama satu tahun dengan ketentuan bunga kredit tetap 6% per tahun, maka dapat ditentukan cicilan perbulannya sebagai berikut ;
Bunga perbulan               = (6% x Rp 24.000.000,-) / 12 = Rp 120.000
Cicilan Pokok perbulan    =  Rp (24.000.000,- / 12 = Rp 2.000.000,-
Cicilan Perbulan               =  Rp 2.000.000,-+ Rp 120.000,- = Rp 2.120.000,-

2.    Bunga Efektif : Dapat dikatakan bunga efektif lebih “adil” dibandingkan bunga flat karena bunga pinjaman fihitung berdasarkan sisa pinjaman yang harus dibayar. Jadi, misalnya dalam sebuah pinjaman telah dilakukan pembayaran beberapa kali, maka sisa bunga akan dihitung dari sisa pinjaman yang belum dicicil.

Contoh kasus :
Untuk kasus yang sama seperti sebelumnya, maka dapat ditentukan
Cicilan Pokok perbulan        = Rp (24.000.000,- / 12 = Rp 2.000.000,-

Cicilan Bulan Pertama
Bunga bulan ke-1
= (Rp 24.000.000,-  - (0 x Rp 2.000.000)) x 6% / 12 =  Rp 1.200.000,-
Cicilan bulan ke-1
= Rp 2.000.000,-  +  Rp 1.200.000,- = Rp 3.200.000,-

Cicilan Bulan Kedua
Bunga bulan ke-2
= (Rp 24.000.000,-  - (1 x Rp 2.000.000)) x 6% / 12 =  Rp 1.100.000,-
Cicilan bulan ke-1
= Rp 2.000.000,-  +  Rp 1.100.000,- = Rp 3.100.000,-

Cicilan Bulan Ketiga
Bunga bulan ke-3
= (Rp 24.000.000,-  - (2 x Rp 2.000.000)) x 6% / 12 =  Rp 1.000.000,-
Cicilan bulan ke-1
= Rp 2.000.000,-  +  Rp 1.000.000,- = Rp 3.000.000,-

Dst .......................................

Cicilan Bulan Kedua belas
Bunga bulan ke-1
= (Rp 24.000.000,-  - (11 x Rp 2.000.000)) x 6% / 12 =  Rp 100.000,-
Cicilan bulan ke-1
= Rp 2.000.000,-  +  Rp 100.000,- = Rp 2.100.000,-

Selain kedua jenis bunga diatas yang paling sering digunakan, ada lagi jenis bunga lain seperti bunga anuitas. Pada dasarnya bunga anuitas memiliki mekanisme yang sama dengan bunga efektif, perbedaannya terletak pada angsuran dirancang sedemikian rupa agar jumlah angsurannya tetap sedangkan pada bunga efektif bunga per bulannya akan terus menurun. Apapun jenisnya, konsep bunga tetaplah tidak dibenarkan dalam syariat islam karena mengarah pada praktik riba. Pembeli secara tidak langsung terbebani dengan harus membayar pinjamaan dengan jumlah yang melebihi pinjaman pokok.  Sesungguhnya Uang mempunyai karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan benda atau komoditi lain yang memiliki nilai baik menyangkut daya tukarnya, kepercayaan masyarakat padanya, maupun statusnya dihadapan hukum. Uang bukannlah aset seperti rumah, mobil atau kaset DVD yang dapat disewakan dimana akan dibutuhkan biaya perawatan, dan kerusakan, sehingga sebenarnya pengambilan bunga untuk “penyewaan” uang tidaklah dibenarkan.
Oleh karena itu perbankan syariah hadir dengan memberikan metode bagi hasil (profit sharing) dimana proporsi keuntungan antara pihak nasabah dan perbankan tertera kuat secara hukum sesuai akad yang telah dilaksanakan di awal. Kedua belah pihak hendaknya juga menyepakati biaya – biaya apa saja yang menjadi tanggunan pihak nasabah ataupun pihak bank (pengelola). Berikut saya paparkan secara sederhana mengenai contoh kasus bagaimana sistem mudharabah berkerja dalam hal pembiayaan modal kerja dagang sebesar Rp 200.000.000,- selama satu tahun dan perbandingan keuntungan 60 : 40 untuk pihak nasabah.

Bulan Ke
Hasil Usaha
Hasil Usaha Yang dibagi
Bagian Bank
40%
Bagian Nasabah
60%
Cicilan Pokok
Total Setoran
1
9000000
9000000
3600000
5400000
18000000
21600000
2
8000000
7000000
2800000
4200000
18000000
20800000
3
9500000
8000000
3200000
4800000
18000000
21200000
4
11000000
10000000
4000000
6000000
18000000
22000000
5
7000000
5000000
2000000
3000000
18000000
20000000
6
5000000
4500000
1800000
2700000
18000000
19800000
7
6500000
6000000
2400000
3600000
18000000
20400000
8
12000000
10000000
4000000
6000000
18000000
22000000
9
11500000
10000000
4000000
6000000
18000000
22000000
10
7500000
6000000
2400000
3600000
18000000
20400000
11
8000000
7000000
2800000
4200000
18000000
20800000
12
8000000
7000000
2800000
4200000
2000000
4800000
TOTAL
103000000
89500000
35800000
53700000
200000000
235800000
% Hasil
Usaha

40
60


% Modal

17,9
26,85



Tentunya dengan metode bagi hasil ini akan didapatkan kesimpulan bahwa mudharabah memberikan beberapa manfaat nyata seperti :
1.     Mudharabah berbeda dengan bunga pada sistem perbankan konvensional karena bank tidak akan menagih sejumlah pembayaran dan bunga dari nasabah secara statis, melainkan dinamis. Hal ini tentu akan memberatkan nasabah bila usaha yang dijalankan mengalami kerugian atau penurunan. Mudharabah memberikan keleluasaan nasabah dalam melakukan pembayaran sesuai dengan cashflow keuangan yang dijalankan
2.   Bank akan mendapatkan keuntungan yang bagus di saat usaha yang dijalankan meraih laba tinggi





Dalam konsep mudharabah, tentunya bank akan semakin selektif dalam memilih jenis usaha yang kelak berpotensi menghasilkan frekuensi keuntungan lebih sering dibandingkan kerugian. Usaha yang aman, jelas, dan tentunya halal yang akan dibagi hasilnya nanti. Perbedaan yang paling mencolok lainnya dari perbankan syariah dan konvensional ini adalah mengenai bisnis dan usaha yang dibiayai oleh perbankan. Tentunya perbankan syariah tidak akan membiayai usaha yang berpotensi haram didalamnya seperi minuman keras, makanan yang mengandung babi atau alkohol, konten pornogragi dan lain sebagainya dimana perbankan konvensional tidak mempunyai filtrasi dalam hal pemilihan usaha yang akan dibiayai, usaha apapun baik halal maupun haram bisa dibiayai.



Agama islam merupakan agama yang universal dimana segala hal diatur didalamnya termasuk mengenai perihal ekonomi dalam bidang perbankan. Islam sangat menentang praktik riba yang mana di dalam Al-quran sendiri sudah banyak ayat yang berisi peringatan kepada umat manusia mengenai praktik riba. Praktik bunga yang diterapkan pada perbankan konvensional hingga kini masih menjadi perdebatan hangat dikalangan masyarakat hingga ulama sekalipun. Olek karena itu sebagai penengah, bank syariah hadir untuk mengatasi polemik tersebut. Namun dikarenakan kehadirannya yang tidak terlalu lama dibandingkan bank konvensional, tentunya dibutuhkan sosialisasi yang gencar terutama oleh kalangan ulama kepada masyarakat. Hal ini cukup miris mengingat penduduk Indonesia merupakan negara dengan penduduk islam terbanyak didunia.
Beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan dalam memaksimalkan peran ulama dalam melakukan sosialisasi terhadap perbankan syariah, misalnya :
    1.   Melakukan sosialisasi kepada para pengusaha untuk mengikuti langkah yang ditempuh oleh perbankan syariah dengan metode bagi hasil, sehingga syiar muamalah islam akan lebih cepat menyebar

    2.   Melakukan riset dan terjun langsung ke lapangan dengan menyerap berbagai aspirasi yang didapat dari masyarakat kemudian dibawa ke manajemen perbankan syariah untuk di rapatkan. Kemudian hasil rumusan rapat segera di sosialisasikan dengan mengedepankan keunggulan perbankan syariah secara dominan tanpa menutupi kekurangan yang ada.

   Semoga kita dibawah lindungan Allah , aamiin .... :)

Referensi :

1. Antonio, M.S. (1999), Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, Jakarta, Tazkia Institute

2. simulasikredit.com - Simulasi Kredit

3. quranterjemah.com - Alqur'an Terjemahan Digital


Rabu, 10 Juni 2015

Konsep Mudharabah : Uang Bukanlah Alat Sewa


Lebih kurang lima tahun saya tetap setia menjadi nasabah salah satu bank berbasis syariah yang ada di Indonesia, BRI Syariah. Saat itu saya masih duduk di kelas 2 SMA. Saya adalah tipe orang yang tidak terlalu suka membelanjakan uang saku dan lebih memilih untuk menyimpannya di celengan selagi keinginan berbelanja dapat ditahan dan ada alternatif lain selain harus berbelanja. Maka tidak heran terkadang ibu saya terkejut bagaimana bisa saya mempunyai simpanan uang yang cukup banyak untuk ukuran siswa dalam keluarga sederhana seperti saya. Memang keinginan saya untuk mencoba merasakan menabung di bank timbul ketika pada saat itu saya sering diminta orang tua saya untuk melakukan berbagai transaksi perbankan seperti melakukan setoran, pembayaran kartu kredit, maupun pengambilan uang di ATM. Terlebih lagi dalam hal aspek keamanan.


Singkat cerita Ibu saya pun berinisiatif mendaftarkan saya untuk menjadi nasabah bank agar saya lebih bersemangat untuk menabung. Usia pada saat itu sebenarnya memang belum diperkenankan untuk membuat rekening baru, alhasil pihak bank pun mengizinkan dengan ketentuan nomor identitas rekening menggunakan nomor KTP ibu saya namun rekening tetap atas nama saya. Pilihan bank untuk menabung memang beragam, ibu saya sendiri menggunakan jasa perbankan konvensional dengan alasan untuk kemudahanBISNIS  yang sedang beliau jalankan. Akan tetapi, ibu saya merekomendasikan perbankan syariah kepada saya setelah mendapatkan sedikit penjelasan oleh temannya yang kebetulan posisinya saat itu adalah Staff Marketting BRI Syariah. Pilihan pun jatuh pada BRI Syariah karena konsep "titipan" yang ditawarkan perbankan syariah-lah yang menjadi faktor utamanya. Setidaknya tiga alasan sederhana kenapa pada saat itu mengapa pilihan jatuh pada BRI Syariah disamping pengetahuan kami yang minim terkait perbankan syariah.

       1. Setoran awal hanya Rp 50.000,- dan selanjutnya minimal Rp 10.000,- ;
    2. Gratis transaksi apapun di ATM bank apapun di seluruh indonesia seperti tarik tunai dan       transfer antar rekening bank manapun ;
       3. Tidak adanya biaya administrasi bulanan.
     Note : Ketentuan dan syarat berlaku sangat mungkin mengalami perubahan 

Ketiga alasan itu tentu sangatlah menguntungkan apalagi untuk nasabah pemula seperti saya yang hanya mengandalkan uang saku untuk ditabung. Karena keuntungan itulah saya bahkan tidak malu pergi ke bank menulis form setoran dan berbekal hanya puluhan ribu untuk ditabung. Sangat tidak menyenangkan memang untuk ukuran seorang pelajar, uang yang tidak seberapa harus dipotong pula untuk biaya administrasi bulanan atau tarik tunai dan transfer antar rekening dimana hal ini pasti akan dijumpai jika menabung di bank konvensional apapun. Sangat terlihat pemilihan bank syariah bukan karena motif keagamaan namun karena keuntungan semata, but it's ok untuk nasabah pemula seperti saya. Saya sangat bersemangat pada saat itu, mulai dari pengisian formulir pembukaan rekening baru, penandatanganan buku rekening, hingga momen yang saya tunggu yaitu akhirnya saya mempunyai sebuah Kartu ATM. Berbekal setoran awal sebesar Rp 100.000,- namun perasaan saya saat itu, Kartu ATM itu menjadikan gengsi tersendiri karena fantasi saldo di dalam ATM itu sebesar Rp 100.000.000,-
Hari kedua sejak dibukanya rekening tabungan pertama saya, saya pun membobol tabungan yang ada di celengan, kemudian mengambil semua isinya dan pergi ke bank untuk menyetorkan semuanya ke dalam rekening. Bahkan uang jajan saya di dompet pun ikut saya setorkan hingga tak bersisa. Kebetulan cabang Bank BRI Syariah tidaklah jauh dari kediaman saya sehingga sangat mudah dijangkau. Hal yang pertama yang paling mencolok ketika memasuki bank adalah semua karyawan frontliner menggunakan hijab dan tentunya dengan pakaian tertutup yang sopan, namun tetap cantik. Selain itu mereka juga menyapa ,”Assalamualaikum adik, selamat pagi, ada yang bisa kami bantu? ”. Sungguh seusana islami memang sangat terasa dan memang tidak banyak saya jumpai ketika berada di bank konvensional. Setelah mengisi form penyetoran, akhirnya saya menuliskan sejumlah nominal dimana saya menyetorkan semua uang simpanan sebelumnya hingga tak bersisa, saya pun langsung menuju mesin ATM terdekat yang bersebelahan dengan bank. Satu hal yang saya lupa yaitu pesan Customer Service ketika pembukaan buku rekening yaitu segera mengubah password kartu ATM. Setelah mengubah password ATM, saya segera mengutak atik mesin ATM dan melakukan percobaan untuk penarikan tunai. Percobaan pertama saya melakukan penarikan sebesar Rp 50.000,- mengingat saya tidak mempunyai simpanan sedikit pun didalam dompet, apalagi saat itu bensin motor sudah menunjukkan batas garis merah, Sungguh pengalaman konyol, dapat dimaklumi perasaan gembira berlebihan dan norak yang saya alami saat itu karena tidak banyak teman – teman sekolah saya yang mempunyai rekening tabungan sendiri di bank. Tiga tahun berlalu, dan umur sudah mencukupi untuk memiliki sebuah KTP, saya segera pergi ke bank awal dimana saya membuka rekening baru untuk mengubah sebagian data termasuk nomor identitas.     


Disamping kepraktisan dan kemudahan yang ditawarkan, alhamdulillah ternyata menabung di bank memang akan jauh lebih aman dibandingkan jika hanya disimpan di lemari, dompet, bahkan celengan sekalipun. Konsep menabung di celengan sudah saya terapkan bahkan sejak TK. Menabung di celengan memang cukup ampuh untuk menumbuhkan minat menabung pada anak - anak. Akan tetapi hingga SMA pun saya masih menabung menggunakan celengan. Memang cukup membantu, namun coba bayangkan bila jumlah uang didalam celengan sudah melebihi kapasitas celengan itu sendiri ? Tentu kita akan mencari celengan lagi dengan volume yang jauh lebih besar kan. Belum lagi aspek keamanan yang sangat tidak dapat dijamin. Beberapa bulan yang lalu saya mengalami kejadian yang kurang menyenangkan, karena sebuah kecerobohan, saya lupa menarik kembali kartu ATM dari mesin ATM setelah melakukan tarik tunai. Padahal sebelumnya saya juga kehilangan buku tabungan. Lantas saya pun segera mengurus surat kehilangan ke kantor polisi kemudian pergi ke kantor cabang awal dengan membawa surat kehilangan dimana saya membuka rekening. Cukup murah, dengan Rp 10.000,- buku tabungan dan kartu ATM saya pundibuat kembali. Saya tidak dapat membayangkan bila uang yang sudah saya tabung dengan susah payah hilang begitu saja bila saya tidak menyimpannya di bank

Ketika duduk dibangku perkuliahan semester lalu mata kuliah Sistem Informasi Perbankan, sedikit banyak kami mempelajari mengenai perbankan syariah dalam hal mekanisme sistem pelayanan, penerimaan uang dan teknologi informasi yang digunakan. Berbicara mengenai perbedaan Produk Perbankan Konvensional dan Produk Keuangan Syariah memanglah tidak jauh berbeda hal ini dikarenakan baik perbankan konvensional maupun syariah harus mematuhi aturan teknis perbankan secara umum. Selain itu, pada dasarnya tujuan terciptanya bank adalah untuk mengumpulkan atau menghimpun dana dari berbagai sumber yang kemudian disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk produk - produk perbankan lainnya dengan tujuan meningkatnya taraf hidup masyarakat. Tentunya secara tidak langsung perbankan juga berperan dalam mengendalikan stabilitas moneter yang di lakukan oleh Bank Indonesia dengan pengontrolan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Lalu apa yang membedakan mekanisme perbankan konvensional dan syariah ? Konsep perbankan syariah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah agama islam sesuai dengan ketentuan Undang - Undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Adapun syariah merupakan komponen ajaran dalam agama islam yang mengatur segala aspek kehidupan manusia baik dalam hal ibadah maupun muamalah yang merupakan aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinan. Muamalah sendiri mengatur segala aspek kehidupan termasuk dalam hal ekonomi yang menyangkut perniagaan dan harta yang disebut muamalah maliyah.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (Qs. Ali Imron [3]: 130)

Islam sangat melarang praktik riba dalam sebuah transaksi jual-beli atau pinjam-meminjam. Apa itu riba ? Pada dasarnya riba akan memberlakukan sistem bunga atau jumlah pinjaman yang berlebih yang harus dikembalikan berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok. Oleh karena konsepnya yang memberikan unsur tidak menyenangkan oleh salah satu pihak, maka dalam konteks syariah hal itu tidak diperbolehkan. Dapat kita simpulkan beberapa perbedaan mendasar antar perbankan konvensional dan perbankan diantaranya berdasarkan akad, jenis imbalan, dan jenis usaha.




Perbedaan pertama antara perbankan syariah dan konvensional adalah terletak pada akad atau perjanjian awal. Pada perbankan konvensional misalnya dalam pembukaan rekening baru, giro ataupun deposito sama sekali tidak mengikuti kaidah akad muamalah syariah dimana nasabah secara “terpaksa” membayar sejumlah imbalan dalam jangka waktu tertentu. Sebagai contohnya salah satu produk mendasar perbankan syariah adalah wadiah dimana nasabah menitipkan sejumlah uangnya di bank untuk disimpan dan diambil kembali dalam jangka waktu tertentu. Sebagai contoh misalnya produk wadiah dalam bentuk giro, tabungan atau deposito, bank akan memberikan imbalan tetap kepada nasabah terhadap banyaknya uang yang disetor atau yang disimpan oleh nasabah. Padahal secara praktik hal ini sudah termasuk dalam riba, mengapa ? Karena keuntungan hanya didapat oleh satu pihak yaitu nasabah, karena bank akan tetap memberi sejumlah imbalan (bunga) kepada nasabah walaupun kondisi keuangan bank tersebut dalam keadaan pailit sekalipun, contohnya saja deposito.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٢٧٨)
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ (٢٧٩)

278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa bank konvensional sangat mengandalkan suku bunga dalam mencapai keuntungan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya. Bank akan menjanjikan kompensasi berupa bunga kepada nasabah kemudian bank akan menawarkan produk – produk perbankannya kepada masyarakat dengan bunga yang lebih tinggi. Berbagai istilah bunga yang umum digunakan dalam dunia perbankan berikut contoh kasus sederhananya diantaranya :

1.    Bunga Flat : Biasanya bunga jenis ini paling banyak ditemukan karena digunakan untuk peminjaman maupun pengajuan kredit dengan jangka pendek, misalnya saja seperti pengajuan kredit kendaraan. Hal ini dikarenakan bunga yang ditetapkan berdasarkan jumlah pokok peminjamannya akan sama besar tiap bulannya.

Contoh kasus :
Untuk pengajuan kredit motor seharga Rp 24.000.000,- selama satu tahun dengan ketentuan bunga kredit tetap 6% per tahun, maka dapat ditentukan cicilan perbulannya sebagai berikut ;
Bunga perbulan               = (6% x Rp 24.000.000,-) / 12 = Rp 120.000
Cicilan Pokok perbulan    =  Rp (24.000.000,- / 12 = Rp 2.000.000,-
Cicilan Perbulan               =  Rp 2.000.000,-+ Rp 120.000,- = Rp 2.120.000,-

2.    Bunga Efektif : Dapat dikatakan bunga efektif lebih “adil” dibandingkan bunga flat karena bunga pinjaman fihitung berdasarkan sisa pinjaman yang harus dibayar. Jadi, misalnya dalam sebuah pinjaman telah dilakukan pembayaran beberapa kali, maka sisa bunga akan dihitung dari sisa pinjaman yang belum dicicil.

Contoh kasus :
Untuk kasus yang sama seperti sebelumnya, maka dapat ditentukan
Cicilan Pokok perbulan        = Rp (24.000.000,- / 12 = Rp 2.000.000,-

Cicilan Bulan Pertama
Bunga bulan ke-1
= (Rp 24.000.000,-  - (0 x Rp 2.000.000)) x 6% / 12 =  Rp 1.200.000,-
Cicilan bulan ke-1
= Rp 2.000.000,-  +  Rp 1.200.000,- = Rp 3.200.000,-

Cicilan Bulan Kedua
Bunga bulan ke-2
= (Rp 24.000.000,-  - (1 x Rp 2.000.000)) x 6% / 12 =  Rp 1.100.000,-
Cicilan bulan ke-1
= Rp 2.000.000,-  +  Rp 1.100.000,- = Rp 3.100.000,-

Cicilan Bulan Ketiga
Bunga bulan ke-3
= (Rp 24.000.000,-  - (2 x Rp 2.000.000)) x 6% / 12 =  Rp 1.000.000,-
Cicilan bulan ke-1
= Rp 2.000.000,-  +  Rp 1.000.000,- = Rp 3.000.000,-

Dst .......................................

Cicilan Bulan Kedua belas
Bunga bulan ke-1
= (Rp 24.000.000,-  - (11 x Rp 2.000.000)) x 6% / 12 =  Rp 100.000,-
Cicilan bulan ke-1
= Rp 2.000.000,-  +  Rp 100.000,- = Rp 2.100.000,-

Selain kedua jenis bunga diatas yang paling sering digunakan, ada lagi jenis bunga lain seperti bunga anuitas. Pada dasarnya bunga anuitas memiliki mekanisme yang sama dengan bunga efektif, perbedaannya terletak pada angsuran dirancang sedemikian rupa agar jumlah angsurannya tetap sedangkan pada bunga efektif bunga per bulannya akan terus menurun. Apapun jenisnya, konsep bunga tetaplah tidak dibenarkan dalam syariat islam karena mengarah pada praktik riba. Pembeli secara tidak langsung terbebani dengan harus membayar pinjamaan dengan jumlah yang melebihi pinjaman pokok.  Sesungguhnya Uang mempunyai karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan benda atau komoditi lain yang memiliki nilai baik menyangkut daya tukarnya, kepercayaan masyarakat padanya, maupun statusnya dihadapan hukum. Uang bukannlah aset seperti rumah, mobil atau kaset DVD yang dapat disewakan dimana akan dibutuhkan biaya perawatan, dan kerusakan, sehingga sebenarnya pengambilan bunga untuk “penyewaan” uang tidaklah dibenarkan.
Oleh karena itu perbankan syariah hadir dengan memberikan metode bagi hasil (profit sharing) dimana proporsi keuntungan antara pihak nasabah dan perbankan tertera kuat secara hukum sesuai akad yang telah dilaksanakan di awal. Kedua belah pihak hendaknya juga menyepakati biaya – biaya apa saja yang menjadi tanggunan pihak nasabah ataupun pihak bank (pengelola). Berikut saya paparkan secara sederhana mengenai contoh kasus bagaimana sistem mudharabah berkerja dalam hal pembiayaan modal kerja dagang sebesar Rp 200.000.000,- selama satu tahun dan perbandingan keuntungan 60 : 40 untuk pihak nasabah.

Bulan Ke
Hasil Usaha
Hasil Usaha Yang dibagi
Bagian Bank
40%
Bagian Nasabah
60%
Cicilan Pokok
Total Setoran
1
9000000
9000000
3600000
5400000
18000000
21600000
2
8000000
7000000
2800000
4200000
18000000
20800000
3
9500000
8000000
3200000
4800000
18000000
21200000
4
11000000
10000000
4000000
6000000
18000000
22000000
5
7000000
5000000
2000000
3000000
18000000
20000000
6
5000000
4500000
1800000
2700000
18000000
19800000
7
6500000
6000000
2400000
3600000
18000000
20400000
8
12000000
10000000
4000000
6000000
18000000
22000000
9
11500000
10000000
4000000
6000000
18000000
22000000
10
7500000
6000000
2400000
3600000
18000000
20400000
11
8000000
7000000
2800000
4200000
18000000
20800000
12
8000000
7000000
2800000
4200000
2000000
4800000
TOTAL
103000000
89500000
35800000
53700000
200000000
235800000
% Hasil
Usaha

40
60


% Modal

17,9
26,85



Tentunya dengan metode bagi hasil ini akan didapatkan kesimpulan bahwa mudharabah memberikan beberapa manfaat nyata seperti :
1.     Mudharabah berbeda dengan bunga pada sistem perbankan konvensional karena bank tidak akan menagih sejumlah pembayaran dan bunga dari nasabah secara statis, melainkan dinamis. Hal ini tentu akan memberatkan nasabah bila usaha yang dijalankan mengalami kerugian atau penurunan. Mudharabah memberikan keleluasaan nasabah dalam melakukan pembayaran sesuai dengan cashflow keuangan yang dijalankan
2.   Bank akan mendapatkan keuntungan yang bagus di saat usaha yang dijalankan meraih laba tinggi





Dalam konsep mudharabah, tentunya bank akan semakin selektif dalam memilih jenis usaha yang kelak berpotensi menghasilkan frekuensi keuntungan lebih sering dibandingkan kerugian. Usaha yang aman, jelas, dan tentunya halal yang akan dibagi hasilnya nanti. Perbedaan yang paling mencolok lainnya dari perbankan syariah dan konvensional ini adalah mengenai bisnis dan usaha yang dibiayai oleh perbankan. Tentunya perbankan syariah tidak akan membiayai usaha yang berpotensi haram didalamnya seperi minuman keras, makanan yang mengandung babi atau alkohol, konten pornogragi dan lain sebagainya dimana perbankan konvensional tidak mempunyai filtrasi dalam hal pemilihan usaha yang akan dibiayai, usaha apapun baik halal maupun haram bisa dibiayai.



Agama islam merupakan agama yang universal dimana segala hal diatur didalamnya termasuk mengenai perihal ekonomi dalam bidang perbankan. Islam sangat menentang praktik riba yang mana di dalam Al-quran sendiri sudah banyak ayat yang berisi peringatan kepada umat manusia mengenai praktik riba. Praktik bunga yang diterapkan pada perbankan konvensional hingga kini masih menjadi perdebatan hangat dikalangan masyarakat hingga ulama sekalipun. Olek karena itu sebagai penengah, bank syariah hadir untuk mengatasi polemik tersebut. Namun dikarenakan kehadirannya yang tidak terlalu lama dibandingkan bank konvensional, tentunya dibutuhkan sosialisasi yang gencar terutama oleh kalangan ulama kepada masyarakat. Hal ini cukup miris mengingat penduduk Indonesia merupakan negara dengan penduduk islam terbanyak didunia.
Beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan dalam memaksimalkan peran ulama dalam melakukan sosialisasi terhadap perbankan syariah, misalnya :
    1.   Melakukan sosialisasi kepada para pengusaha untuk mengikuti langkah yang ditempuh oleh perbankan syariah dengan metode bagi hasil, sehingga syiar muamalah islam akan lebih cepat menyebar

    2.   Melakukan riset dan terjun langsung ke lapangan dengan menyerap berbagai aspirasi yang didapat dari masyarakat kemudian dibawa ke manajemen perbankan syariah untuk di rapatkan. Kemudian hasil rumusan rapat segera di sosialisasikan dengan mengedepankan keunggulan perbankan syariah secara dominan tanpa menutupi kekurangan yang ada.

   Semoga kita dibawah lindungan Allah , aamiin .... :)

Referensi :

1. Antonio, M.S. (1999), Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, Jakarta, Tazkia Institute

2. simulasikredit.com - Simulasi Kredit

3. quranterjemah.com - Alqur'an Terjemahan Digital